Rabu, 08 Desember 2010

Kapan Kawin?

Catatan:
-Karena seringkali ditanya “Kapan kawin?”, maka lahirlah tulisan ini. Uhm.... Padahal aku belum pernah kawin apalagi hamil, kenapa aku bisa melahirkan, ya? Hahahaha. Oooops... Kalau menemukan ide ibarat proses kawin dan mengolah ide adalah hamil, maka ketika sudah tiba saatnya ide tersebut dikeluarkan menjadi tulisan, maka tulisan itu adalah sesuatu yang dilahirkan. Jadi, yeah, begitulah. Uhm... weird analogy?! Whatever!
-Pernah aku kirimkan ke sebuah majalah untuk sebuah rubrik, tapi tidak ada kabarnya sampai sekarang.
-Akhirnya aku publish di blog ini untuk menambah koleksi cemilan. Hehehehe.


Maharani Menulis:


Kapan kawin?



Tentunya kita masih ingat dialog iklan sebuah merk rokok (bukannya promosi, lho) yang dibintangi Ringgo Agus Rahman beberapa waktu lalu. Yang kira-kira begini: “Kapan kawin?” tanya seorang ibu padanya. “May,” jawabannya itu terdengar berbunyi ‘Mei’. “Oh, Ringgo mau kawin bulan Mei,” ujar sang Ibu, yang dilanjutkan Ringgo dengan enteng. “Maybe yes, Maybe no,”

Kawin. Menikah. Berumah tangga. Married. Atau apalah istilahnya, suatu saat pastilah akan dialami atau setidaknya diinginkan oleh hampir setiap orang. Hanya masalah waktu alias kapan hal itu akan terlaksana saja yang berbeda-beda. Karena setiap orang punya target atau rencana sendiri-sendiri. Misalnya, si A setelah umur sekian. Si B setelah punya rumah sendiri. Atau Si C bila sudah ketemu pasangan yang cocok. Hmm… saya banget, tuh….

Menikah dan pasangan adalah dua hal yang saling berkaitan. Bila hendak menikah, pastilah harus ada pasangannya. Bila sudah punya pasangan, barulah bisa menikah. Pasangan yang saya maksud tentu saja pasangan heterogen, bukan homogen. Tapi, terkadang sudah ada pasangan pun belum tentu bisa menikah. Alasannya bisa macam-macam: belum siap, tidak cocok, kurang sreg, atau bukan jodohnya (?) dan banyak lagi. Apalagi yang belum punya pasangan. Hmm….lagi-lagi saya banget….



“Kapan kawin, Jeng?” Pertanyaan itu acapkali membuat saya jengah, gerah, bahkan marah. Dulu, tujuh tahun lalu, ketika saya masih punya pasangan hingga lima tahun kemudian, saya masih bisa memberikan jawaban yang beralasan, seperti: masih ingin saling menjajaki, saling lebih mengenal, bla...bla...bla...karena kami belum menikah juga. Tapi, sekarang? Sudah pasangan tidak punya, eh ditanya terus soal kapan kawin. Mau kawin sama siapa?

“Makanya buruan cari pacar,” Anjuran itu kadang juga membuat telinga saya panas. Bukan saya tidak mau cari pacar atau trauma dengan kegagalan hubungan saya terdahulu. Tapi lebih karena sampai sekarang saya belum juga menemukan calon pasangan yang tepat. Bukan saya pilih-pilih (meskipun disadari atau tidak saya jadi pilih-pilih). Tapi, lebih karena saya belum merasa jatuh cinta lagi (dan malangnya, saya adalah tipe perempuan yang sulit untuk jatuh cinta).

“Ah, cinta kan bisa belakangan. Yang penting nikah dulu,” teman saya pernah berujar. “No way,” Saya tidak sependapat. Meskipun ada pepatah yang mengatakan witing tresno jalaran soko kulino atau cinta tumbuh karena terbiasa dan saya percaya ada cinta yang seperti itu, tapi kalau menikah tanpa dilandasi rasa cinta yang erat kaitannya dengan rasa ikhlas pasti rasanya tidak nyaman. Coba bayangkan. Setiap hari kita akan tinggal satu atap dengannya. Setiap hari kita akan tidur satu ranjang dengannya. Dan sewaktu-waktu kita akan diminta bercinta dengannya. Nah, kalau semua itu kita jalani dan lakukan tanpa ada rasa cinta dan ikhlas, bagaimana rasanya? Tidak nyaman, kan? Lain halnya bila semua itu kita jalani dan lakukan dengan rasa cinta dan ikhlas. Hmm, rasanya dunia hanya milik berdua. Iya, kan?

“Kok kamu santai banget, Jeng? Ingat umur, lho. Apa kamu tidak kepingin punya anak yang lucu-lucu?” That was damn question for me. Hiks, hiks, hiks, rasanya saya ingin menangis. Bukan saya meratapi nasib masih jadi jomblo di usia yang 16 bulan lagi akan menginjak kepala 3, tapi saya gemas dan geram dengan omongan seperti itu karena kesannya bila saya tidak cepat-cepat menikah dan segera punya anak maka hidup saya akan berakhir. Aaarrgghhhh. What the hell.

So? Tentu saja saya ingin menikah. Saya juga ingin punya anak-anak yang lucu-lucu. Tapi, bila saya belum menemukan qualified partner, apa saya harus memaksakan diri untuk melepas masa lajang hanya demi memiliki status menikah di KTP? Memang saya kadang merasa tidak enak hati pada keluarga saya, terutama nenek saya, karena belum juga menikah, tapi apa perasaan saya akan lebih baik bila saya memberikan mereka menantu asal comot?  Lagipula, yang akan menjalani kehidupan pernikahan kan saya, jadi wajar kan bila saya tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan untuk melakukan hal yang semoga hanya sekali saja seumur hidup itu?

“Jadi, kapan kawin, nih?” Pertanyaan itu mengusik saya untuk kesekian kalinya. Dan saya, yang sudah kehabisan tenaga untuk mendebat pertanyaan itu, yang sudah capek untuk marah-marah, yang sudah bosan dengan pertanyaan itu sendiri, akhirnya menemukan jawaban yang (semoga) tepat. Yaitu, “Insyaallah, secepatnya. Doakan, ya?” yang saya ucapkan dengan mantap sambil tersenyum manis. Hasilnya? Mereka pun akan balas menjawab. “Aku doakan, deh,” Dan karena dipanjatkan oleh orang banyak, semoga itu menjadi doa yang akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, secepatnya. Amin.


Ditulis Maret 2008


Catatan:
“.......” No more notes and no further comments ^^

9 komentar:

  1. tapi apa perasaan saya akan lebih baik bila saya memberikan mereka menantu asal comot? Hakhakhak. asal comot. beli mie instan kaleee.

    *bagiku konsep menikah : Bila Ada Umur, Jodoh, dan Rejeki.

    BalasHapus
  2. Uhm, beli mie instan juga perlu pilih-pilih, loh. Mau yang rasa apa? Kalau asal comot dan ternyata tidak sesuai dengan selera, rasanya kurang sreg, kan?

    *I can't agree no more alias setubuh!!! Setuju dengan seluruh tubuh, maksudnya, hahaha.

    BalasHapus
  3. memang jodoh itu di tangan Tuhan

    ada yang sudah bertahun-tahun pacaran tapi ga jadi nikah
    ada yang pacaran belum setahun, eh sudah nikah

    yang penting kita berusaha

    BalasHapus
  4. Paparan ajeng nampak fulgar tanpa ada yang ingin disembunyikan. Padahal ini privasi yang sebagian orang tak ingin diketahui umum. salut deh..

    Memang semuanya sudah ada takdir masing masing. Rizki,umur,jodoh adalah rahasia Allah yang harus kita terima dengan jumlah/ukuran sesuai kebijakanNYa. Juga waktu menurut ketentuanNYA. bukan kita yang menentukan waktunya

    Yang penting sekarang Ajeng berbuat baik. Nanti jodohnya dapat orang baik juga. contoh; sepatu no 40, yg kanan akan berpasangan dg kiri no.40 juga. Tak mungkin dg no yg lain kan? Orang baik akan berkumpul dg komunitas baik begitu juga sebaliknya.

    BalasHapus
  5. Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan saya dan berkomentar, Pak Dahlan ^^

    Semangat!! :-)

    BalasHapus
  6. sama kayak gw T_T ditanya2 terus, smp suruh ikutan take me out segala, ogah! buat gw cinta it pengorbanan, jd kt hrs ikhlas melakukannya. kl berkorban tp gk ikhlas ap jadinya?

    BalasHapus
  7. Mari, kita tetap optimis, berusaha, dan berdoa. Agar Tuhan berkenan memberikan kita pasangan yang terbaik. Amin.
    Terima kasih atas komennya, ya ^^

    BalasHapus
  8. baru kali ini aku temukan blogmu... hmmm masih seperti yang dulu, tak pernah lelah menulis dan masih apa adanya... salut..
    jangan menyerah! little angel :)

    BalasHapus