Senin, 27 Desember 2010

Masih Ada Cinta Yang Lain

Catatan:
-Aku tidak ingat kapan cerpen ini aku tulis.
-Cerpen ini terinspirasi dari kisahku. Meskipun plot, karakter, dan kejadiannya tidak seperti yang terjadi di cerpen, tapi inti ceritanya kurang lebih sama.
-Pernah aku ikutkan lomba menulis cerpen yang diadakan oleh Koran Minggu Pagi (aku lupa kapan), tapi tidak menang.
-Beberapa kali ditolak majalah yang pernah aku kirimi naskahnya dan akhirnya aku publish di blog ini.

Sinopsis:
Jessica menerima surat dari Leo yang mengaku sebagai sahabat Bram. Menurut Jessica, surat itu terlalu menyudutkannya. Hal itu membuatnya merasa harus bertemu dengan Bram yang menurut Leo telah tersakiti hatinya karena Jessica. Tapi Jessica malah bertemu dengan Leo. Dan pertemuan mereka pun tetap bermuara pada satu kesimpulan dan kenyataan bahwa Jessica tidak bisa membalas perasaan Bram. Jessica berharap masih ada cinta yang lain untuk Bram karena ia sendiripun sudah punya seseorang yang dicintai dan mencintainya.


Maharani Menulis:


MASIH ADA CINTA YANG LAIN


    “… Kamu sungguh tidak punya hati, Jessica. Hanya demi kekasihmu, kamu tega menyakiti hati Bram. Surat balasanmu itu benar-benar sangat melukai perasaannya. Bram begitu mencintaimu, tapi kamu terlalu egois…”

Jessica membaca surat yang dipegangnya itu dengan perasaan campur aduk antara geram, marah, dan ingin menangis. Betapa tidak? Tiba-tiba saja seseorang yang bahkan tidak dikenalnya menuduhnya demikian. Tidak punya hati dan egois. Tanpa alasan yang masuk akal. Siapa yang tidak kesal?

Adalah Leo, si pengirim surat yang juga mengaku sebagai sahabat Bram benar-benar telah membuat Jessica merasa seperti seorang penjahat saja—di mata Leo, tentunya. Jessica, the suffering maker, begitulah kira-kira gelar kini disandangnya karena dia telah dengan tegas dan berani menolak cinta Bram sehingga melukai perasaannya.

Padahal jelas-jelas Jessica punya alasan yang sangat masuk akal dalam penolakannya. Setidaknya, ada tiga alasan kenapa dia tidak bisa menerima cinta Bram. Pertama: Jessica tidak begitu mengenal siapa Bram meskipun mereka pernah satu sekolah ketika SMU, tapi tidak pernah satu kelas. Kedua: Jessica memang tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Bram bahkan dia sempat kaget ketika tiba-tiba ada sepucuk surat cinta dari Bram datang padanya beberapa waktu yang lalu. Ketiga (yang paling penting): Jessica saat ini sudah punya kekasih!

Apakah ketiga alasannya itu masih kurang jelas atau tidak wajar? Lalu, Jessica harus bagaimana lagi untuk membuat mereka mengerti? Haruskah, sekali lagi, dia menjelaskannya? Penjelasan secara langsung pada Bram—setidaknya. Face to face meeting. Jessica dan Bram harus bertemu muka agar semuanya jelas. Mungkin itu satu-satunya jalan terbaik.

***




“Jessica?”

“Leo?”

Jessica dan Leo saling pandang. Saling tersenyum meskipun terlihat kaku. Bersalaman sebentar kemudian duduk berhadapan di salah satu meja di kafe itu.

“Ternyata kamu lebih cantik dari yang aku bayangkan, Jessica. Tidak heran kalau Bram sangat menyukaimu dan ingin kamu jadi kekasihnya.” Leo memujinya. “Oh, ya, Bram minta maaf karena tidak bisa datang. Ia ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan atau ditunda. Jadi, dia memintaku untuk menemuimu. Kamu tidak marah atau keberatan, kan?”

“Tidak. Tidak apa-apa.” ujar Jessica. “Bram atau kamu sama saja. Yang penting salah satu dari kalian ada yang bersedia mendengarkan penjelasanku mengenai surat balasanku untuk Bram. Aku tidak mau kesalahpahaman ini berlarut-larut. Juga, perlu kamu tahu, aku tidak suka kamu menyebutku egois dan tidak punya hati apalagi kamu tidak mempunyai alasan yang tepat untuk menuduhku seperti itu.”

“Wah… wah… wah.” Leo tertawa kecil. “Kamu orangnya terus terang sekali, ya? Tidak suka basa-basi. Suratmu juga mengisyaratkan demikian.”

“Maaf, aku memang tidak pandai berbasa-basi.”

“Baiklah. Kalau begitu, sekarang jelaskan padaku kenapa kamu menolak Bram padahal dia sangat mencintaimu. Dia begitu memuja dan mengagumimu. Setiap membicarakanmu dia selalu tampak bersemangat dan antusias. Ia benar-benar sangat mengharapkan cintamu,” ujar Leo.

“Bram mencintaiku, mungkin itu memang benar. Aku merasa tersanjung dan berterima kasih. Tapi, maaf, aku tidak bisa menerima apalagi membalas cintanya. Kalian pasti tahu kenapa, karena aku sudah punya orang yang aku cintai dan juga mencinatiku. AKu sudah punya kekasih.” Jessica menekankan nada bicaranya pada kalimatnya yang terakhir. “Lagi pula aku tidak memang memiliki perasaan apa-apa terhadap Bram bahkan aku tidak begitu mengenalnya,”

“Memang, kenyataan dan kejujuran itu terkadang pahit dan menyakitkan. Tapi, cobalah untuk mengerti aku. Memahami posisiku. Seandainya kamu jadi aku dan berada di posisiku, apa yang akan kamu lakukan? Aku rasa kamu juga akan melakukan hal yang sama sepertiku. Atau kamu justru akan meninggalkan kekasihmu demi seseorang yang bahkan tidak kamu cintai meskipun dia sangat mencintaimu? Atau jangan-jangan kamu belum pernah mencintai atau jatuh cinta sehingga kamu tidak bisa membayangkan apa yang akan kamu lakukan? Sayang sekali.” lanjutnya sambil menatap Leo tepat di matanya seakan-akan ingin memberikan penegasan pada setiap kata-kata yang diucapkannya.

“Jadi, kamu tetap tidak mau mengubah keputusanmu dan tetap tidak bisa menerima cinta Bram?” Leo masih berusaha mempengaruhi Jessica.

“Tentu saja,” sambar Jessica cepat. “Apa setelah mendengarkan alasanku, kamu juga tetap bersikeras memaksaku menerima Bram? Kamu tetap ingin aku mengkhianati kekasihku hanya demi kebahagiaan Bram? Yang benar saja.” Jessica tersenyum miris. “Kamu tahu, menurutku yang sebenarnya egois dan tidak punya hati itu kamu Leo. Kamulah yang lebih tepat menyandang gelar itu, bukannya aku. Dan sebaiknya sekarang aku pergi karena sia-sia saja bicara dengan orang yang tidak bisa mengerti perasaan orang lain sepertimu.” Jessica bangkit dari kursinya.

“Tunggu, Jessica,” Leo ikut berdiri.

“Oh, ya, satu lagi. Perlu kalian berdua ketahui. Seandainya aku tidak punya pacar atau masih sendiri sekalipun, tidak akan semudah membalik telapak tangan untuk mencintai seseorang. Cinta adalah sebuah perasaan yang harus datang dari dalam lubuk hati dan perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Jadi, kamu atau siapapun tidak bisa memaksaku untuk mencintai seseorang. Selamat tinggal.” Jessica cepat-cepat melangkahkan kakinya meninggalkan Leo sebelum dia berusaha mencegahnya lagi, tapi rupanya kali ini Leo memang membiarkannya.

Di luar kafe itu, langkah Jessica pun semakin cepat ketika dilihatnya Alan, kekasih hatinya, juga berjalan ke arahnya, menyongsongnya. Senyumnya yang menyejukkan hati dan tatapan matanya yang menenangkan jiwa adalah kekuatan Jessica untuk menghadapi semuanya.

Mereka berhadap-hadapan. Saling tersenyum dan bertatapan sejenak sebelum akhirnya mereka berpelukan. “Orang inilah cintaku, Bram. Alan. Dan untukmu, percayalah. Masih ada cinta yang lain.” Jessica berbisik dalam hati.


TAMAT

2 komentar:

  1. Cinta adalah sebuah perasaan yang harus datang dari dalam lubuk hati dan perasaan itu tidak bisa dipaksakan - AJMaharani

    #keren sih

    BalasHapus